Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Header

www.analisamuya.com

Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan

 

 A. Pandangan dan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Menurut pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa Pendidikan ialah wujud usaha untuk meningkatkan dan menumbuhkan pekerti, cerdas berpikir (intelek) dan berhasil dalam mencapai masa depan yang sejahtera. Tujuan dari pendidikan, yaitu meningkatkan nilai dan martabat bangsa tanpa memandang status sosial, agama, status ekonomi, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan (Darmawan, 2016).


Pemikiran Ki Hajar Dewatara

Pendiri Perguruan taman siswa mengarahkan pendidikan dalam empat aspek, yakni jasmani, rohani, akal, dan sosial. Tujuan dari pendidikan dapat dicapai oleh Ki Hajar Dewantara dengan trilogi pendidikan yang sampai sekarang masih menjadi panutan, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo (Di depan memberi contoh), Ing Madya Mangun (Di tengah memberi semangat), Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi motivasi) (Febriyanti, 2021).

Makna dari pendidikan, adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar menjadi manusia dan sebagai anggota masyarakat yang dapat mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkarakter baik. Konsepsi pendidikan Ki Hadjar Dewantara berasal dari Panca Darma (kebangsaan, kebudayaan, kemanusiaan, kemerdekaan, kodrat alam) (Darmawan, 2016).

 

B. Pendidikan Indonesia Masa Lampau

Ki Hajar Dewantara memiliki keinginan yang kuat untuk mendirikan sekolah atau pendidikan. Gagasan ini berasal dari sarasehan yang diadakan tiap hari Selasa. Peserta sarasehan sangat menderita batin terhadap keadaan pendidikan kolonial. Pendidikan colonial memiliki sistem materialistik, individualistik, dan intelektualistik. Sedangkan, pendidikan yang diharapkan peserta didik adalah pendidikan yang humanis, menarik, dan memberikan kedamaian dunia (Pranoto, 2017).

Ki Hadjar Dewantara menilai sistem barat kurang tepat bagi pendidikan di Indonesia, oleh sebab itu ia memunculkan sistem among, sebuah sistem yang berbanding terbalik dengan sistem barat atau sistem Belanda pada masa lampau (Darmawan, 2016). Oleh karena itu, Ki Hajar Dewantara memeliki keinginan yang kuat untu mengubah metode pengajaran kolonial, yaitu dari sistem pendidikan “perintah dan hukuman” ke pendidikan pamong (Pranoto, 2017).
 

Sistem Among

Dari dua dasar, yaitu kodrat alam dan kemerdekaan menghasilkan “Sistem Among”. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan dengan “Sistem Among” menggunakan cara pondok atau asrama. Hal ini berdasarkan dengan cara pondok atau asrama dapat mengkolaborasikan ketiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat (Wiratmoko, 2011).

Sistem among mempunyai makna bahwa anak akan memiliki keleluasaan untuk bertumbuh. Untuk pamong sepatutnya berpegang pada semboyan Tut Wuri Andayani yang bermakna mengikuti dan mempengaruhi agar peserta didik dapat berjalan ke arah yang baik. Dengan adanya sistem among, anak leluasa dalam mengembangkan bakatnya dan peserta didik mencari jalan sendiri tanpa harus menunggu perintah dari Guru. Peran guru sebagai “pamong” adalah tetap mengarahkan peserta didik dengan memberi kesempatan kepadanya untuk menentukan pilihan dan langkah secara mandiri (Pranoto, 2017).

 

Sistem Pamong

C. Pendidikan Indonesia Masa Kini

Pada masa sekarang, Indonesia tengah menghadapi persoalan-persoalan dalam bidang pendidikan. Dari berbagai peristiwa-peristiwa telah dan masih berlangsung mengindikasikan bahwa pendidikan di Indonesia sedang tidak sehat dan perlu adanya perubahan. Selain itu, Indonesia juga perlu waspada dengan dampak dari integrasi secara internasional yang dapat meliputi pemikiran, aspek kebudayaan dan lain sebagainya (Febriyanti 2021).

Kehadiran pendidikan dapat menjadi angin segar untuk pemegang tongkat estafet (pemuda-pemudi) bangsa yang unggul dan berkarakter. Dan juga terwujud penerus yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi. Namun, tujuan ini tidak akan berhasil perubahan perkembangan ke arah yang lebih baik jika sistemnya kurang benar. Dalam sektor manajemen pendidikan masih cukup lemah, yang mana ketimpangan fasilitas dalam pembelajaran yang berada di Kota dan Desa. Bantuan fasilitas dan dana dari pemerintah belum merata dan maksimal, kualitas sumber daya pengajar yang belum memadai dan belum merata kompetensi di kota dan daerah, dan standar evaluasi pembelajaran masih lemah (Fitri 2021).

Indonesia pada masa kini semakin memprihatinkan. Hal ini disebabkan oleh semakin berkurangnya nilai-nilai karakter bangsa, dengan kesadaran yang semakin lemah. Kondisi tersebut mengakibatkan nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi jati diri bangsa menjadi terabaikan. Pada masa sekarang ini, Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang memalukan dan bentuk kegagalan tatanan budaya leluhur (Wiyono 2012).

Menurut P.H Combs dalam (Fitri 2021), beberapa pokok permasalahan yang terjadi adalah jumlah peserta didik yang semakin banyak tidak sebanding dengan ketersediaan sarana pendidikan yang berkualitan, prasarana dan dana pendidikan kurang memadai dan tidak merata, biaya pendidikan yang semakin mahal, hasil pendidikan kurang memenuhi kebutuhan masyarakat (kurang bisa menerapkan ilmu yang telah ditempuh), dan kurang selarasnya tatanan pendidikan yang masih berjalan dengan perkembangan Abad-21 yang bertambah maju (Fitri 2021).

 

4 komentar untuk "Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan"

  1. Kebijakan sistem pendidikan ditentukan oleh penguasa. Semoga ada pemimpin yang benar-benar peduli pada pendidikan negeri ini karana pendidikan merupakan ujung tonggak kemajuan negara.

    BalasHapus
  2. semoga slogan " ing ngarsa sun tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani" benar-benar menjadi langkah implementasi, bukan sekedar ucapan khas tiap tahunnya saat hardiknas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya kak. Sepertinya disitu ruh pendidikan. Semoga kebijakan yang ditetapkan pemerintah juga sesuai dengan cita cita luhur Ki Hajar Dewantara

      Hapus
  3. Kalau baca tentang sistem pendidikan Indonesia sekarang yang terus berubah-ubah, rasanya kok jengkel, sekaligus malu ya sama Ki Hajat Dewantara. Nggak tau kenapa, cuma aku gedek aja dengan pendidikan Indonesia yang sekarang kayaknya malah makin menyusahkan..

    BalasHapus